Selasa, 17 Desember 2013

Aksi Demonstrasi Mahasiswa Cenderung Anarkis

Oleh : Al Muhajjir

Indonesia merupakan Negara yang sangat menjunjung tinggi nilai dan norma-norma hukum yang berlaku, Indonesia juga salah satu Negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi yang bermakna setiap masayarakat mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat atau pun bebas berinsprirasi pada public. Dalam kehidupan ini, mahasiswa yang kritis dan peka terhadap lingkungan selalu tanggap dan sadar apabila terjadi gejolak atau perubahan pada masyarakat. Dengan rasa sosial dan sikap solidaritasnya yang tinggi mahasiswa mampu untuk menjadi perubahan bagi masyarakat dan dapat untuk menjaga kestabilan sosial. Itulah kenapa peranan mahasiswa sangat berpengaruh sebagai pengawas kehidupan masyarakat. Peran mahasiswa sebaga social control tentu tidak main-main, secara naluriah, mahasiswa yang idealis memiliki cara pandang objektif dan realistis lebih mudah menyelesaikan suatu konflik daripada masyarakat intern itu sendiri yang mungkin diselimuti ego subjektif masing-masing. Suatu demonstrasi juga merepuakan aksi mahasiswa sebagai bentuk social control apabila dalam pengambilan putusan pemerintahan terdapat ketidak sesuaian dengan kondisi masyarakat. Tentulah mahasiswa besar kaitannya sebagai social control.


Demonstrasi merupakan suatu ekspresi kebebasan bersuara dan berpendapat yang sangat diperlukan di negara demokrasi seperti Indonesia. Pemberian ‘izin’ unjuk rasa bukanlah cerminan dari pemerintah yang lemah atau presiden yang tak pandai, namun itu semua merupakan pemenuhan hak untuk rakyat. Dalam melakukan hal tersebut karena dalam Negara Demokrasi memberi ruang untuk mengeluarkan pendapat atau pun melakukan aksi protes jika kebijakan yang diambil pemerintah tak sesuai keinginan publik. Demonstrasi menandakan bahwa mahasiswa masih hidup untuk menentukan nasibnya di tengah kegalauan politik nasional yang kian memanas. Mahasiswa masih bersuara lantang di tengah hiruk-pikuk politik para penguasa negeri ini. Sejarah perkembangan demokrasi bangsa kita memang sudah banyak mengalami perubahan jika dibandingkan selama zaman Orde Baru dengan sekarang maka, kebebasan mengeluarkan pendapat atau pun unjuk rasa merupakan suatu “barang mewah” yang sulit untuk didapatkan pada masa itu. Maka unjuk rasa di zaman sekarang, tampaknya bukanlah barang istimewa lagi karena semua pihak bisa melakukan hal itu untuk memperlihatkan ketidakpuasannya terhadap sebuah keputusan politik. Iklim keterbukaan dan demokrasi saat ini telah memungkinkan setiap kelompok bisa mengungkapkan perasaannya agar di dengar publik. Dan seperti kita ketahui bersama mahasiswa adalah agen “perubahan” dan cerminan bagi masyarakat, namun mahasisiwa berdasarkan realitas saat ini berbagai aksi unjuk rasa yang dilakukan seperti aksi beberapa saat yang lalu mengenai kenaikan harga BBM. Setiap aksi yang di lakukan mahasisiwa kerap sekali berujung anarkis, itu sudah hal yang biasa dikalangan mahasiswa pada era reformasi ini. Menurut mereka demostarsi dengan anarkisme merupakan tren pada jaman sekarang, dimata mereka domonstasi kurang “wah” jika tanpa diwarna dengan anarkis. Namun jika sudah demikian yang menjadi pertanyaan kita adalah dimana letak tanggung jawab mashasiswa kepada masyarakat sebagai agen perubahan atau yang sering disebut mahasiswa sebagai Agen of Change.

Mungkin Masih hangat dalam ingatan kita tentang aksi demonstrasi mahasiswa baru-baru ini dalam isu kenaikan harga BBM. Demo penolakan kenaikan harga BBM yang terjadi beberapa waktu yang lalu kerap berakhir dengan bentrok. Kontak fisik antara pendemo dengan aparat keamanan seakan menjadi langganan setiap kali demo terjadi. Hal ini terjadi tak hanya di suatu tempat namun hampir di seluruh negara republic kita ini terjadi. Krisis idealitas aksi demonstrasi sekarang ini merupakan sebuah kecemasan tersendiri bagi proses demokrasi di republic kita ini. Karena bagaimanapun, demo disertai tindakan anarkis memang tak boleh dibiarkan. Selain menodai perjuangan para pendemo, anarkisme serta perusakan fasilitas baik milik umum maupun pribadi, tentu mengakibatkan kerugian yang tak sedikit. Apalagi, masyarakat juga yang akan menanggung kerugian tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Hanya saja menjadi kurang bijak jika kemudian memposisikan para pendemo sebagai satu-satunya pihak yang bersalah. Memang benar bahwa sebagian dari mereka telah melakukan tindakan anarkis sehingga berujung bentrok dengan aparat keamanan, tetapi masih kurang tepat jika memposisikan mereka sebagai satu-satunya sumber keanarkisan.

Karena Rakyat yang semestinya sebagai subjek pembangunan dalam era demokrasi, ternyata dalam praktenya, hanya diperlakukan sebagai objek. Hal ini terlihat pada saat pemerintah mengambil Kebijakan menaikkan harga BBM beberapa waktu yang lalu, Rakyat sebagai pihak yang akan menanggung dampak kebijakan tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tersebut. Sehingga Mahasiswa merespon hal tersebut dengan demonstrasi. Namun Sayangnya, meski situasi kian memanas saat itu, tetap saja pemerintah bergeming dengan keputusannya dan DPR malah asyik dengan lobi-lobi politiknya untuk memenangkan kepentingan. Jangankan menyanggupi tuntutan para pendemo, untuk mendengarkan aspirasi dan mengajak pendemo berdialog pun tak dilakukan pemerintah. Padahal itu merupakan hal yang wajib dilakukan pemerintah untuk mendengarkan aspirasi publik dan mengajak berdialog. Tak ayal, dari ketakresponan pemerintah terhadap aspirasi mahasiswa. Sekaligus juga dari kelambatan DPR merespon tuntutan rakyat. Alhasil, aspirasi yang tersumbat ini akhirnya mencari tempat untuk meluapkannya. Para pendemo kemudian mencari cara agar aksi mereka mendapat perhatian dari pemerintah. Akhirnya, cara-cara tak terpuji itu tak bisa dihindarkan lagi. Namun, meski hal tersebut tidak dibenarkan, namun ini adalah fakta yang tak bisa dipungkiri yang talah terjadi.

Demostrasi yang disertai kekerasan dan merusak fasilitas publik memang tidak bisa dikatakan benar didalam demokrasi walaupun itu terpaksa dilakukan. Tetapi menggeneralisir semua gerakan demonstrasi mahasiswa, buruh dan rakyat akrir-akhir ini sebagai anarkis anti-damai, sehingga menjadi beban sosial, tidaklah adil! Jika suara kekecewaan dan amarah menggelegar rakyat saat ini yang tak wajar dinyatakan karena mereka melihat elite-elite politik di republik ini sudah mengalami diskonektisitas fungsional dengan rakyatnya. Hal ini harusnya menjadi pelajaran bagi pemimpin Negara kita dalam merespon aspirasi rakyat adalah tindakan yang harus dikedepankan oleh pihak pemerintahan. Sekaligpun berbeda pandangan dengan masyarakat, setidaknya dengan mendengar aspirasi mereka para demonstran dan mengajak berdialog, tentu negeri ini akan terjauh dari bentrok dan tindakan anarkisme dalam demonstrasi yang digelar oleh mahasiswa maupun masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar